Tidak ada waktu lagi, pikirku. Maka tanpa menjawab, kutarik tubuhnya dan dia mengerti isyaratku. Perlahan didorongnya kejantanannya yang sebesar pisang Ambon itu masuk ke liang kenikmatanku, vaginaku terasa melar. Makin dalam batang kejantanannya masuk kurasakan seolah makin membesar, vaginaku terasa penuh ketika Rio melesakkan seluruhnya ke dalam.
“Aagh.. yess.. ennak Sayang..!” bisikku sambil memandang ke wajah Rio yang ganteng dan macho, expresinya dingin, tapi aku tahu dia begitu menikmatinya.
“Pelan ya Sayang..!” pintaku sambil mencengkeramkan otot vaginaku pada kejantanannya.
Kulihat wajaah Rio menegang, tangan kanannya meremas buah dadaku sedang tangan kirinya meremas pantatku sambil menahan gerakan tubuhku.
Kurasakan kejantanan Rio pelan-pelan ditarik keluar, dan dimasukkan lagi saat setengah batangnya keluar, begitu seterusnya, makin lama makin cepat.
“Oohh.. yaa.., truss..! Yes.., I love it..!” desahku, menerima kocokan kejantanan Rio di vaginaku.
Rio dengan irama yang teratur memompa vaginaku, sambil mempermainkan lidahnya di leher dan bibirku. Aku tak bisa lagi mengontrol gerakanku, desahanku semakin berisik terdengar.
Rio mengangkat kaki kananku dan ditumpangkan di pundaknya, kurasakan penetrasinya semakin dalam di vaginaku, menyentuh relung vagina yang paling dalam. Kocokan Rio semakin cepat dan keras, diselingi goyangan pantat menambah sensasi yang kurasakan.
“Sshhit.., fuck me like a dog..!” desahanku sudah ngaco, keringat sudah membasahi tubuhku, begitu juga dengan Rio, menambah pesona sexy pada tubuhnya.
Aku hampir mencapai puncak kenikmatan ketika Rio menghentikan kocokannya, dan memintaku untuk berdiri, tentu saja aku sedikit kecewa, tapi aku percaya kalau dia akan memberikan yang terbaik.
“Mau dilanjutin di sini atau pindah ke ranjang..?” tanyanya terus menjilati putingku.
Tanpa menjawab aku langsung membelakanginya dan kubungkukkan badanku, rupanya dia sudah tahu mauku, langsung mengarahkan kejantanannya ke vaginaku. Kuangkat kaki kananku dan dia menahan dengan tangannya, sehingga kejantanannya dapat masuk dengan mudah.
Dengan sedikit bimbingan, melesaklah batang kejantanan itu ke vaginaku, dan Rio langsung menyodok dengan keras, terasa sampai menyentuh dinding dalam batas terakhir vaginaku, terdongak aku dibuatnya karena kaget.
“Aauugghh.., yes.., teruss.., yaa..!” teriakku larut dalam kenikmatan.
Sodokan demi sodokan kunikmati, Rio menurunkan kakiku, dan kurentangkan lebar sambil tanganku tertumpu pada meja toilet, tangan Rio memegang pinggulku dan menariknya saat dia menyodok ke arahku, begitu seterusnya.
Rasanya sudah tidak tahan lagi, ketika tangan Rio meremas buah dadaku dan mempermainkan putingku dengan jari tangannya, sensasinya terlalu berlebihan, apalagi keberadaan Hendra yang dengan setia menyaksikan pertunjukan kami sambil memegang kejantanannya sendiri.
“Rio a.. ak.. aku.. sud.. sudah.. nggak ta.. ta.. han..!” desahku, ternyata Rio langsung menghentikan gerakannya.
“Jangan dulu Sayang, kamu belum merasakan yang lebih hebat.” katanya, tapi terlambat, aku sudah mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu.
“Aaughh.., yess.., yess..!” teriakku mengiringi orgasme yang kualami, denyutan di vaginaku terasa terganjal begitu besar.
Rio hanya mendesah sesaat sambil tangannya tetap meremas buah dadaku yang ikut menegang.
“Ayo Rio, keluarin sekarang, jangan goda aku lagi..!” pintaku memelas karena lemas.
Rio mengambil handuk dan ditaruhnya di lantai, lalu dia memintaku berlutut, rupanya Rio menginginkan doggie style, kuturuti permintaannya. Sekarang posisiku merangkak di lantai dengan lututku beralaskan tumpukan handuk, menghadap ke pintu ke arah Hendra.
Rio mendatangiku dari belakang, mengatur posisinya untuk memudahkan penetrasi ke vaginaku. Setelah menyapukan kejantanannya yang masih menegang, dengan sekali dorong masuklah semua kejantanan itu ke vaginaku.
Meskipun sudah berulang kali terkocok oleh kejantanannya, tidak urung terkaget juga aku dibuatnya. Rio langsung memacu kocokannya dengan cepat seperti piston mobil dengan silindernya pada putaran di atas 3000 rpm, kenikmatan langsung menyelimuti tubuhku.
Rio menarik rambutku ke belakang sehingga aku terdongak tepat mengarah ke Hendra. Berpegangan pada rambutku Rio mempermainkan kocokannya, sesekali pantatnya digoyang ke kiri dan ke kanan, atau turun naik, sehingga vaginaku seperti diaduk-aduk kejantanannya. Dia sungguh pandai menyenangkan hati wanita karena permainannya yang penuh variasi dan diluar dugaan.
Tiba-tiba kudengar teriakan dari Hendra, tepat ketika aku mendongak ke arah dia, menyemprotlah sperma dia dari tempatnya dan tepat mengenai wajah dan rambutku. Ternyata sambil menikmati permainan kami, dia mengocok sendiri kejantanannya alias self service.
Rio mengangkat badannya tanpa melepas kejantanannya dariku, kini posisi dia menungging, sehingga kejantanannya makin menancap di vaginaku tanpa menurunkan tempo permainannya. Aku sudah tidak tahan diperlakukan demikian, dan untuk kedua kalinya aku mengalami orgasme hebat dalam waktu yang relatif singkat, sementara Rio masih tetap tegar menantang.
“Masih kuat untuk melanjutkan Mbak..?” tantang dia.
Kalau seandainya dia tidak bertanya seperti itu aku pasti minta waktu istirahat dulu, tapi dengan pertanyaan itu, aku merasa tertantang untuk adu kuat, dan tantangan itu tidak dapat kutolak begitu saja. Sebagai jawaban, kukeluarkan kejantanannya dari tubuhku, kuminta dia rebah di lantai kamar mandi beralas handuk, aku juga ingin ngerjain dia, pikirku.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, begitu dia telentang, kukangkangkan kakiku di wajahnya hingga dia dapat merasakan cairan orgasme yang meleleh dari vaginaku. Rasain, pikirku. Tapi aku salah, ternyata dia malah dengan senang hati menghisap vaginaku hingga terasa kering dan kembali mempermainkan lidah mautnya di vaginaku.
Agak kesulitan juga aku ber-hula hop karena terasa kejantanannya yang besar mengganjal di dalam dan mengganggu gerakanku. Semakin kupaksakan semakin nikmat rasanya dan semakin cepat gerakan bergoyangku kenikmatan itu semakin bertambah, maka hula hop-ku semakin cepat dan tambah tidak beraturan. Kuamati wajah Rio yang ganteng bersimbah peluh dan terlihat menegang dalam kenikmatan, tangannya meremas-remas buah dadaku dengan liarnya sambil mempermainkan putingku.
Hampir saja aku orgasme lagi kalau tidak segera kuhentikan gerakanku, tapi ternyata Rio tidak mau berhenti. Ketika aku menghentikan gerakanku, ternyata justru dia menggoyang tubuhku sambil menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga vaginaku tetap terkocok dari bawah, dan kembali orgasmeku tidak terbendung lagi untuk kesekian kalinya.
Rio tetap saja mengocok, meski dia tahu aku sedang di puncak kenikmatan birahi. Kali ini aku benar-benar lemes mes mes, tapi Rio tidak juga mengentikan gerakannya. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, sehingga kami saling berpelukan.
Dinginnya AC tidak mampu mengusir panasnya permainan kami, peluh kami sudah menyatu dalam kenikmatan nafsu birahi. Rio memelukku dan mencium mulutku sambil kembali mempermainkan lidahnya, kejantanannya masih keras bercokol di vaginaku, terasa panas sudah, atau mungkin lecet.
Tidak lama kemudian nafsuku bangkit lagi, kuatur posisi kakiku hingga aku dapat menaik-turunkan tubuhku supaya kejantanan Rio bisa sliding lagi. Meskipun kakiku terasa lemas, kupaksakan untuk men-sliding kejantanan Rio yang sepertinya makin lama makin mengeras.
Melihatku sudah kecapean, Rio memintaku untuk masuk ke bathtub dan kuturuti keinginannya supaya aku kembali ke posisi doggie. Sebelum memasukkan kejantanannya, Rio membuka kran air hingga keluarlah air dingin dari shower di atas, kemudian dengan mudahnya dia melesakkan kejantanannya ke vaginaku untuk kesekian kalinya.
Bercinta di bawah guyuran air shower membuat tubuhku segar kembali, sepertinya dia dapat membaca kemauan lawan mainnya, kali ini kocokannya bervariasi antara cepat keras dan pelan. Tidak mau kalah, setelah terasa staminaku agak pulih, kuimbangi gerakan sodokan Rio dengan menggoyang-goyangkan pantatku ke kiri dan ke kanan atau maju mundur melawan gerakan tubuh Rio.
Dan benar saja, tidak lama kemudian kurasakan cengkeraman tangan Rio di pantatku mengencang, kurasakan kejantanan Rio terasa membesar dan diikuti semprotan dan denyutan yang begitu kuat dari kejantanan Rio.
Vaginaku terasa dihantam kuat oleh gelombang air bah, denyutan dan semprotan itu begitu kuat hingga aku terbawa melambung mencapai puncak kenikmatan yang ke sekian kalinya. Kami orgasme secara bersamaan akhirnya, tubuhku langsung terkulai di bathtub. Kucuran air kurasakan begitu sejuk menerpa tubuhku yang masih berpeluh. Rio mengambil sabun dan menyabuni punggungku serta seluruh tubuhku. Dengan gentle dia memperlakukan aku seperti layaknya seorang lady hingga aku selesai mandi.
Dengan hanya berbalut handuk aku keluar kamar mandi menuju ranjang untuk beristirahat. Kulihat Hendra sudah mengenakan piyama dan duduk di sofa memperhatikanku keluar dari kamar mandi. Expresi di wajah Hendra tidak dapat kutebak, tapi tiada terlihat sinar kemarahan atau cemburu melihat bagaimana aku bercinta dengan Rio di kamar mandi selama lebih dari satu jam.
Aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang yang hangat, mataku sudah terlalu berat untuk terbuka, masih kudengar sayup-sayup pembicaraan Hendra sebelum aku terlelap dalam tidurku.
“Kamu hebat Rio, belum pernah ada yang membuat dia orgasme terlebih dahulu, bahkan setelah bermain dengan dua orang.” kata Hendra ketika Rio keluar dari kamar mandi.
“Ah biasa saja Om.” jawab Rio kalem merendah.
“Emang dia sering melayani 2 orang sekaligus..?” lanjut Rio.
“Ah bukan urusanmu anak muda, oke Rio, tugas kamu sudah selesai, uang kamu ada di sebelah TV dan kamu boleh pergi.” kata Hendra.
“Om, boleh saya usul..?”
“Silakan..!”
“Kalau saya boleh tinggal dan menemani lebih lama bahkan sampai pagi, biarlah nggak usah ada tambahan bayar overtime, aku jamin dia pasti lebih dari puas.” usul Rio.
“Cilaka..,” pikirku.
Selanjutnya - Part 3
Sebelumnya - Part 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar